Di setiap bidang profesi mempunyai kode etik yang mengatur bagaimana
orang profesional bertindak dan berfikir. Salah satunya dibidang
teknologi informasi juga diperlukan rambu-rambu yang mengatur
profesional dalam melakukan kegiatan. Pada tulisan saya membahas kode
etik yang dibuat oleh oleh IEEE Computer Society dan ACM yang ditujukan
khusus kepada Software Engineer sebagai salah satu bidang yang perannya
makin meningkat di IT.
Ciri-ciri profesionalisme lainya di bidang IT:
1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas yang bersangkutan dengan bidang IT
2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat
dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi
serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat
dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
Prinsip?prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda
satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan,
kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam
suatu negar tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan
apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema
etika dalam pekerjaan
3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama
dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan?kelakuan
yang jahat dari
anggota?anggota tertentu
4. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas
5. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan
hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode
etik profesi akan
menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
Idealnya, setiap bidang profesi memiliki rambu-rambu yang mengatur
bagaimana seorang profesional berfikir dan bertindak. Dalam beberapa
bidang profesi, seperti kedokteran, jurnalistik, dan hukum, rambu-rambu
ini telah disepakati bersama para profesionalnya dan dituangkan ke dalam
Kode Etik. Seseorang yang melanggar Kode Etik dinyatakan melakukan
malpraktek dan bisa mendapatkan sangsi tergantung kepada kekuatan Kode
Etik itu di mata hukum. Sangsi yang dikenakan adalah mulai dari yang
paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan “tidak profesional” sampai
pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana.
Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology (IT) bukan
pengecualian, diperlukan rambu-rambu tersebut yang mengatur bagaimana
para IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang saya ketahui,
belum ada Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di
Indonesia. Memang sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke
terbentuknya Kode Etik ini, namun usahanya belum sampai menghasilkan
suatu kesepakatan. Dalam tulisan ini, saya ingin memusatkan perhatian
kepada Kode Etik yang dibuat oleh IEEE Computer Society dan ACM yang
ditujukan khusus kepada Software Engineer sebagai salah satu bidang yang
perannya makin meningkat di IT.
Kode Etik Software Engineering yang dikeluarkan oleh joint team IEEE
Computer Society dan ACM terdiri dari dua bentuk, versi singkat Versi
Singkat Kode Etik SEdan versi panjang. Versi singkatnya dapat dilihat
pada gambar di samping, sedangkan versi panjangnya dapat di-download di
sini.
Kode Etik ini menekankan agar software engineer (IT profesional)
memiliki komitmen yang tinggi untuk menjaga agar profesinya adalah
profesi yang bermanfaat bagi masyarakat dan merupakan profesi yang
terhormat. Komitmen ini tercermin pada saat seorang software engineer
melakukan kegiatannya dalam membangun software, mulai dari melakukan
analisa, membuat spesifikasi, membuat design, melakukan coding, testing
maupun pemeliharaan software.
Pada setiap kegiatan tersebut, peran software engineer sangat penting,
karena ia turut menentukan hasil akhir dari suatu pengembangan system.
Dengan kata lain, dia berada dalam posisi untuk berbuat kebaikan atau
berbuat yang merugikan orang lain. Untuk itulah pentingnya Kode Etik ini
diterapkan oleh setiap individu software engineer.
Kalau kita melihat Kode Etik seperti yang disebutkan di atas, ada lima aktor yang perlu diperhatikan:
1. Publik
2. Client
3. Perusahaan
4. Rekan Kerja
5. Diri Sendiri
Kepentingan publik (public interest) mendapat perhatian cukup besar
dalam kode etik ini dan di berbagai tempat dalam Kode Etik, kepentingan
publik itu disebut-sebut. Dalam melakukan kegiatannya, seorang software
engineer dituntut untuk konsisten dengan kepentingan publik. Bahkan
dalam rangka memenuhi kewajiban kepada client dan perusahaan pun kita
dituntut untuk juga memikirkan kepentingan publik.
Untuk software yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya
software flight control untuk pesawat terbang, kepentingan publik sangat
kentara, yaitu salah satunya adalah safety. Definisi konsisten dengan
kepentingan publik dalam kasus ini adalah agar kita membangun suatu
software flight control yang reliable dan sesuai dengan fungsinya.
Lantas, bagaimana dengan software-software sederhana yang tidak
mempengaruhi kehidupan publik? Misalnya sistem kepegawaian dalam suatu
instansi pemerintah? Walaupun dalam derajat yang mungkin lebih rendah
dibandingkan nyawa manusia, masih banyak kepentingan publik yang perlu
diperhatikan, misalnya kemudahan masyarakat, transparansi,
akuntabilitas, masalah uang publik, dll. Kode Etik tersebut meminta agar
dalam setiap tindakannya, seorang software engineer memperhatikan
kepentingan publik tersebut.
Terhadap client dan perusahaan tempatnya bekerja, software engineer
dituntut agar dalam menimbang dan melakukan kegiatannya selalu
berorientasi yang terbaik bagi client dan perusahaan. Yang terbaik bagi
client adalah apabila kita menghasilkan suatu software yang berkualitas
dengan delivery waktu yang sesuai. Bagi perusahaan, yang terbaik adalah
apabila pengembangan software tersebut dilakukan dengan se-efisien
mungkin sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Dalam
hal ini, kepentingan kedua aktor tersebut dapat dipenuhi sekaligus
dengan melakukan pekerjaan yang efektif dan efisien.
Dalam prakteknya, seorang profesional IT bisa dihadapkan pada suatu
kondisi yang bertolak belakang antara kepentingan satu aktor dengan
kepentingan aktor lainnya. Misalnya, situasi di mana antara kepentingan
Perusahaan dengan kepentingan Client bertolak belakang. Perusahaan ingin
memotong biaya dengan mengurangi fitur-fitur, sedangkan Client ingin
terus menambah fitur-fitur. Bagaimana kita harus bersikap? Siapa yang
akan kita menangkan dalam hal ini?
Atau ada kasus sebagai berikut, sebuah instansi pemerintah dalam rangka
”menghabiskan” sisa anggarannya meminta anda untuk membuat suatu system
yang anda tahu tidak akan digunakan dan hanya akan membuang uang saja.
Sementara Client (dalam hal ini instansi pemerintah) dan Perusahaan anda
telah setuju dengan proyek tersebut. Client anda tidak mempermasalahkan
apakah software yang dihasilkan akan digunakan atau tidak, begitu pula
Perusahaan tempat anda bekerja, tetapi anda tahu bahwa software yang
anda buat tidak akan digunakan semestinya dan hal tersebut berarti hanya
membuang-buang uang saja. Bagaimana anda bersikap?
Kode Etik tidak berdiri sendiri, perangkat hukum lainnya seperti kontrak
kerja harus sama-sama dipenuhi. Dalam kasus pertama dimana terjadi
konflik antara Client dan Perusahaan, kita mesti lihat kontraknya.
Dokumen kontrak memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Tentunya kita
ingin memenuhi kontrak tersebut agar tidak kena sangsi hukum.
Kembali ke kasus ”menghabiskan” sisa anggaran tadi, bagaimana kita
sebagai IT profesional bertindak apabila kita tahun bahwa proyek yang
kita sedang kerjakan adalah sebetulnya proyek main-main untuk
menghabiskan anggaran saja? Dari ketiga kemungkinan di bawah ini, mana
yang anda pilih?
1. Minta transfer ke proyek lain yang lebih ”benar”. Atau, kalau tidak
memungkinkan untuk minta transfer ke proyek lain, cari saja kerja di
perusahaan yang lain.
2. Kerja secara profesional, menghasilkan software yang terbaik, tidak usah ambil pusing dengan urusan publik.
3. Kerja setengah hati sambil ngedumel ke rekan kerja bahwa yang dikerjakannya akan hanya buang-buang uang saja.
Dari ketiga pilihan ini pilihan ketiga yang paling tidak konsisten dengan kode etik.
Kode Etik juga mengatur hubungan kita dengan rekan kerja. Bahwa kita
harus selalu fair dengan rekan kerja kita. Tidak bolehlah kita sengaja
menjerumuskan rekan kerja kita dengan memberi data atau informasi yang
keliru. Persaingan yang tidak sehat ini akan merusak profesi secara umum
apabila dibiarkan berkembang.
Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik tersebut,
sehingga bisa terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan
client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di
organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan
telah sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka para
profesional IT di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama
dengan fair sebagai sesama profesional IT .
Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega, antara lain:
1. Menganggap kita lebih baik dari rekan kita karena tools yang
digunakan. Misalnya, kita yang menggunakan bahasa JAVA lebih baik
daripada orang lain yang pakai Visual BASIC.
2. Kita merasa lebih senior dari orang lain, oleh karena itu kita boleh
menganggap yang dikerjakan orang lain lebih jelek dari kita, bahkan
tanpa melihat hasil kerjanya terlebih dahulu.
3. Seorang profesional IT di client merasa lebih tinggi derajatnya
daripada profesional IT si vendor sehingga apapun yang disampaikan
olehnya lebih benar daripada pendapat profesional IT vendor.
Persaingan yang tidak sehat akan menghasilkan zero-sum game, yaitu
kondisi dimana seorang dapat maju dengan cara membuat orang lain mundur.
Dengan bertindak fair, dapat dimungkinan dua pihak yang berkompetisi
dapat sama-sama maju.
Walaupun Kode Etik di atas belum secara resmi diadopsi oleh asosiasi
profesi di Indonesia, namun tidak ada salahnya apabila kita para
profesional di bidang Software Engineering mengadopsinya secara pribadi.
Selain hal tersebut merupakan bentuk pertanggung-jawaban moral sebagai
profesional di bidangnya, mengadopsi kode etik akan mengangkat citra
kita ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu, dengan mulai mengikutinya
sejak awal, maka, ketika suatu saat kode etik tersebut menjadi resmi
diadopsi, kita telah siap.
sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/ciri-ciri-profesionalisme-di-bidang-it-dan-kode-etik-it-profesional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar